Semua wanita yang telah berumah tangga akan merasa hebat
ketika menjadi ibu rumah tangga yang mengatur semua kegiatan rumah tangga. Memang
sangat melelahkan dan menguras tenaga, itu yang mungkin tidak disadari oleh sebagian
orang. Namun profesiku sebagai ibu rumah tangga dilengkapi juga dengan profesi
sebagai bidan desa. Sudah hampir 5 tahun sebagai bidan desa di sebuah desa
kecil namun memiliki luas wilayah yang cukup luas dengan kondisi masyarakat
yang sangat beragam. Banyak pengalaman hebatku sebagai bidan desa, rasa bangga
bercampur rasa takut, lelah namun tetap berbekal semangat. Kondisi masyarakat
Desa PangkungParuk Kecamatan Seririt yang sebagian besar termasuk masyarakat
miskin dengan tingkat pendidikan yang rendah, membuat saya harus bekerja dengan
ekstra sebagai bidan desa.
Profesiku sebagai bidan desa memang sangat membanggakan.
Mampu menolong ibu melahirkan dan memberikan pelayanan di poskesdes setiap saat
seperti tidak mengenal waktu baik pagi siang malam sampai dini hari harus
dibantu meskipun mata mengantuk. Banyak pengalaman yang membuat profesiku ini
adalah profesi yang hebat misalnya membantu ibu hamil yang melahirkan
dirumahnya. Masyarakat disini masih percaya sama dukun beranak untuk menolong
persalinan dirumahnya. Masyarakat tidak mau melahirkan di poskesdes yang telah
disediakan di desa. Waktu itu tepat pukul 01.00 wita dini hari. Segerombolan
bapak-bapak menggedor pintu dan meminta pertolongan karena ada ibu yang
melahirkan dirumahnya dan mengalami pendarahan. Saya pun mulai bersiap-siap dan
menyiapkan alat dan obat yang mesti dibawa. Dijemput dengan mobil pickup saya
merasa yang menjemput saya bukan orang melainkan jin atau setan, itu yang
terlintas. Ternyata rumah ibu yang melahirkan ini sangat jauh dan terjal, harus
berjalan kaki kurang lebih 20 menit dan menyeberangi sungai sebanyak 2 kali. Disana
saya memberikan pertolongan, bersyukur pendarahan mulai bisa diatasi dan ibu
masih bisa tertolong. Ini bukan kali pertamanya saya menolong ibu melahirkan
dirumahnya. Gencarnya sosialisasi dari
puskesmas dan bidan desa membuat jumlah ibu hamil yang melahirkan ditolong oleh
dukun dan melahirkan dirumahnya bisa ditekan. Mereka mulai mau untuk melahirkan
di poskesdes yang telah disediakan. Bangga rasanya bisa melakukan perubahan
untuk ibu-ibu hamil. Sebagai bidan desa harus siap 24 jam, kapanpun masyarakat
menjemput kalau ada yang sakit dirumahnya, kita mesti harus mau ke rumah
tersebut. Ini bagian dari profesi yang harus dilaksanakan.
Pada saat saya hamil anak yang kedua dalam keadaan hamil
saya tetap menolong persalinan hampir 10 orang saya bantu melahirkan di
poskesdes meskipun perut saya sudah besar. Senang rasanya bisa mendengar orang
hamil membantu persalinan. Tertawa rasanya melihat kehebatan ini. Sebagai bidan
desa memang tantangannya luar biasa. Masyarakat disini termasuk ke dalam
masyarakat dengan pendidikan yang sangat rendah. Di desa ini umur 14 tahun
terkadang sudah menikah. Mereka cenderung menikah dan bekerja ketimbang
melanjutkan sekolahnya. Alasannya cukup realistis selain masalah biaya sekolah,
untuk menuju sekolahpun cukup jauh. Bayangkan saja kalau anak SD yang dari
pedalaman bisa menempuh waktu 2 jam untuk menuju sekolah. Mereka harus
menyeberangi sungai sampai 2 kali untuk mencapai sekolah. Kenapa tidak diantar
oleh bapaknya? Kebanyakan masyarakat disini bekerja sebagai buruh lepas
serabutan dan mereka berangkat bekerja mulai pukul 05.00 wita pagi hari
sehingga tak sempat mengantar anak ke sekolah. Pernikahan dini dan hamil dengan
usia dini tentunya membuat resiko melahirkan sangat tinggi. Inilah yang
terkadang tidak mereka pikirkan. Berhenti sekolah dan memutuskan untuk sekolah
terkadang atas kehendak orang tua.
Banyaknya bayi, balita dan anak-anak yang tidak
datang pada saat posyandu diakibatkan karena untuk mencapai lokasi posyandu
harus berjalan kaki sampai 2 jam-an. Bayi, balita dan anak-anak yang seharusnya
mendapat vaksin terpaksa harus dicari kerumahnya masing-masing. Inilah
tantangan sebagai bidan desa. Saya tetap bangga akan profesi hebatku sebagai
bidan desa. Banyak menolong warga dan mengubah persepsi masyarakat agar mau
berobat dan melahirkan di poskesdes adalah wujud dari pengorbanan dan
pengabdian kepada masyarakat desa.